Kamis, 25 September 2008

Kisruh Partai Menjelang Pemilu

Gejolak dan diringi perbedaan pendapat yang tajam di internal partai politik semakin meningkat menjelang pemilihan umum 2009. Kisruh Partai Menjelang Pemilu Oleh Revi Marta Dasta Gejolak dan diringi perbedaan pendapat yang tajam di internal partai politik semakin meningkat menjelang pemilihan umum 2009. Hal ini terjadi terutama pada saat penyusunan bakal calon legislatif di masing-masing daerah pemilihan. Pada umumnya terjadi karena ketidakpuasan dari beberapa bakal calon legislative (caleg) terkait dengan persoalan nomor urut, ketidak cocokan dengan daerah pemilihan yang diinginkan ataupun tidak dimasukkan dalam daftar bakal calon dalam pemilu nanti.


Contoh kasus terjadi saat mundurnya Yuddi Crisnandi, anggota DPR RI, dari daftar caleg yang di umumkan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Menurut Yudi ia mundur karena tidak ditempatkan pada posisi yang tepat, padahal selama ini ia telah banyak berbuat untuk partai dan mendapatkan dukungan penuh dari konstotuennya di daerah. Namun pengunduran itu ditanggapi dingin oleh DPP partai golkar dan tentunya sangat Menyayangkan hal itu terjadi. Seperti yang disampaikan oleh Wakil ketua DPP Partai Golkar, Agung Laksono.


Belum selesai Yuddi, sekarang muncul kasus Fadel Muhammad. Fadel yang masih menjabat sebagai Gubernur Gorontalo, tidak di calonkan oleh partai golkar dalam pencalegan. Alasannya karena Fadel masih menjabat gubenur. Jika Fadel maju maka tentunya masyarakat yang telah memilihnya jadi kecewa. Padahal Fadel sangat berkeinginan sekali untuk menjadi anggota DPR untuk memberikan pengabdiannya. Keinginan itu sudah disampaikannya ke DPP. Inilah sebenarnya yang membuat fadel kecewa, sehingga ia berencana untuk mengumpulkan ketua-ketua DPD tingkat dua di indoneia untuk membuat silaturrahmi dan ada juga kabar bahwa Fadel akan menghadirkan Sri Sultan Mangkubowono dan Akbar Tanjung. Tentunya manuver Fadel yang tengah giat mempromosikam menjadi calon presiden ini, membuat gerah DPP. Tak hanya DPP tetapi juga beberapa pimpinan partai golkar di kota dan kabupatern di gorontalo. Ketidaksetujuan atas ide fadel itu di buktikan dengan hadirnya enam pimpinan kabupaten/kota menemui Jusuf Kalla. Lain lagi dengan Partai Persatuan Pembagunan yang juga tengah di terpa dugaan badai konflik. Ada kabar baru-baru ini bahwa sekjen PPP Irgan Chairul Mahfiz, dipecat oleh Ketua Umum PPP Suryadarma Ali. Irgan dikabarkan tidak mau menandatangai daftar caleg yang disodorkan oleh sang ketua umum. Namun isu bantah membantah tentang rumuor itu tetap berlanjut. Sehingga PPP juga tengah dilanda konflik. Tidak hanya PPP dan Golkar yang terdengar mulai ada masalah diinternalnya, PKB juga telah melewati konflik beberapa bulan belakangan ini. Kubu Gus Dur dan Muhaimen mengaku paling berhak atas PKB. Dan sampai sekarang masih berlangsung persidangan di Pengadilan. Adanya konflik PKB ini sangat jelas sekali berpengaruh terhadap penerimaan konstituen di level grass root. Simak Pilkada di Jawa Timur pada putaran pertama. Calon yang dijagokan oleh PKB hanya mendapat posisi juru kunci. Sebagian pengamat menilai, hal ini terjadi adalah akibat dari terus terjadinya dualism kepemimpinan di PKB. Banyaknya konflik ditingkat elit partai membuat masyarakat jadi binggung. Apa yang sebenarnya terjadi dengan partai politik kita hari ini. Banyak dugaan ternyata factor uang dan ketidak senangan beberapa orang dalam penyusunan bakal calon legislative telah membuat panas kondisi partai. Padahal partai politik mempunyai tugas berat hari ini, yaitu berusaha untuk merebut hati masyarakat. Apabila terus berkonflik tentunya partai yang akan rugi. Mestinya detik-detik menjelang pemilu, partai partai sudah saatnya melakukan konsolidasi. Tidak hanya dengan masyarakat, tetapi di internal partai juga harus melakukan konsolidasi. Tetapi fenomena konflik menjalang pemilu memang yang biasa menjelang pemilu. Setidaknya hal itu disampaikan oleh Ketua DPP PPP, Arif Mudatsir Mandan bahwa konflik partai merupakan siklus dari lima tahunan. Jadi merupakan hal yang biasa. Menurut peneliti Center of electoral Reform (Cetro) Erika Widyaningsih, perpecahan di internal tubuh partai disebabkan oleh system penyelenggaraan pemilu legislative indoensia yang masih terkungkung budaya patriaki. Jika hal itu benar, tentunya sekelompok orang yang berkuasa di partai saat ini akan mengusai partai secara keseluruhan. Sehingga partai bisa dijadikan alat untuk melakukan nepotisme terhadap kroni maupun oleh orang yang berkuasa saat ini di partai. Tujuannya untuk memluskan kepentingan yang berkuasa hari ini di partai. Jika ini terjadi tentu menjadi kemunduran bagi demokrasi kita hari ini. Bahwa ternyata orang yang duduk di legislative nanti bukanlah orang yang terseleksi secara sistematis oleh partai, tetapi karena kedekatan maupun factor keluarga. Maka tentunya kisruh partai yang berlangsung hari ini telah mengambarkan fenomena calon wakil rakyat kita kedepan. Ternyata mereka terlebih dahulu sikut-menyikut untuk mendapatkan jabatan nomor urut dan sebagainya. Bagaimana kalau mereka duduk nanti. Wallahualam Penulis adalah Wasekjen KPP PB HMI

Tidak ada komentar: