Kamis, 29 Mei 2008
Prihatin dengan Golkar, Berencana Maju di Pilpres 2009
Sebelum menghadiri “Seminar 100 Tahun Kebangkitan Nasional” yang digelar Badko Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sumbar, mantan Ketua DPR RI Akbar Tanjung menyempatkan diri bertandang ke Carano Room Padang Ekspres Group. Di hadapan awak redaksi, politisi asal Sibolga ini dengan gaya bicaranya yang tenang mengurai persoalan bangsa ini. “Saya prihatin dengan kondisi Partai Golkar. Performanya terus menurun. Pilkada di berbagai daerah banyak mengalami kekalahan. Papua, Papua Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan, Jabar, Sumatera Utara, Lampung, calon-calon dari Golkar bertumbangan. Hanya sebagian kecil dan di daerah-daerah baru saja yang bisa dimenangkan calon dari Golkar. Kita juga tidak terlalu yakin dengan Pilkada di Jateng dan Jatim yang sebentar lagi akan digelar,” beber Akbar.
Bukan hanya masalah Golkar yang dikritisinya, tetapi juga tentang reformasi yang belum usai, peluang kepemimpinan kaum muda dan kenaikan BBM. Suasana Kota Padang yang cukup panas siang kemarin makin menghangatkan perbincangan beliau dengan awak redaksi. Lebih-lebih ketika awak redaksi meminta mantan Ketua Umum Golkar itu menganalisa kondisi Partai Golkar jelang pemilu 2009. Akbar secara blak-blakan mengaku prihatin dengan performa Partai Golkar yang terus menurun. Golkar mengalami kekalahan telak hampir di semua Pilkada.
Dalam dialog yang dipandu Wakil Pimpinan Redaksi Padang Ekspres Sukri Umar, Akbar juga mengaku heran dengan analisa Partai Golkar yang mengatakan persoalan Pilkada dengan Pemilu Legislatif jauh berbeda dan tidak akan berpengaruh terhadap perolehan suara partai pada Pemilu Legislatif 2009. Lucunya lagi kata Akbar, Golkar dengan beraninya menargetkan perolehan suara 30 persen.
MAJU DI PILRES : Mantan Ketua DPR RI Akbar Tanjung (tengah) didampingi Ketua Badko HMI Sumbar Revi Marta Dasta (kiri) dan Wapemred Padang Ekspres Sukri Umar di Carano Room Padek, kemarin “Hitungannya dari mana. Analisanya apa. Apa nggak salah tu. Tahun 2004 saja Golkar hanya mampu meraih suara 24,4 persen atau sekitar 24,5 juta suara. Kalau mau 30 persen berarti harus bisa mengumpulkan suara hingga 40 juta atau ada penambahan sekitar 16 juta suara. Coba pikir analisanya dari mana,” ujarnya.
Mantan Ketua KNPI Pusat itu juga makin bertambah heran dengan rencana Partai Golkar menghapuskan mekanisme konvensi yang sudah dirintisnya dalam menjaring calon presiden (Capres) tahun 2004. Menurutnya, pola ini sudah mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat. Malahan ia menilai jika inovasi politik itu sampai dihapus, bisa-bisa masyarakat balik bertanya konsistensi Golkar dalam menegakkan nilai-nilai demokrasi.
“Ini kan pendidikan politik bagi masyarakat. Kita bisa lihat di Amerika pertarungan antara Barack Obama dan Hillary Clinton sebelum memasuki pertarungan sesungguhnya. Mekanisme ini dilakukan agar calon yang diusung benar-benar mendapat dukungan kuat dari masyarakat. Jadi inovasi politik ini harus dipertahankan,” tukasnya.
Di tengah kian gencarnya tokoh-tokoh menyatakan kesiapannya menjadi Capres, Akbar Tanjung juga seakan tak mau ketinggalan. Dia juga mengaku berniat turut bertarung pada Pilpres 2009. Namun hingga kini dia belum berani memastikan partai politik mana yang akan menjadi kendaraan politiknya menuju kursi presiden. Tetapi kalau Golkar membuka mekanisme konvensi, Akbar dengan tegas menyatakan kesiapannya bertarung dengan kandidat lain.
“Kita lihat perkembangan dulu. Kalau masih ada mekanisme konvensi, berarti ada peluang melalui Golkar. Tapi kalau Golkar memakai mekanisme lain kita akan coba lirik partai lain, karena saya memang ingin mengabdi untuk bangsa ini. Jabatan yang sudah pernah saya pegang baik di DPR, eksekutif, lembaga kepemudaan dan kemahasiswaan merupakan modal untuk pengabdian,” terangnya.
Rakyat Berdaulat
Disingung soal reformasi, Akbar menilai sudah banyak kemajuan terutama dari sistem politik. Kini iklim demokrasi benar-benar terasa dan masyarakat menjadi pemegang kedaulatan tertinggi. Hal ini bisa dilihat dengan adanya Pilpres dan Pilkada secara langsung dan pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode.
Disingung soal reformasi, Akbar menilai sudah banyak kemajuan terutama dari sistem politik. Kini iklim demokrasi benar-benar terasa dan masyarakat menjadi pemegang kedaulatan tertinggi. Hal ini bisa dilihat dengan adanya Pilpres dan Pilkada secara langsung dan pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode.
Dalam konteks penegakan hukum pun sudah ada perubahan nyata dengan lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tinggal lagi konsistensinya yang masih perlu diuji, dan semaksimal mungkin menghilangkan kesan adanya tebang pilih dalam proses penegakan hukum. Malahan ia menilai orang-orang yang mengatakan reformasi gagal, bukti pesimisme.
Namun ia juga tak menampik demokrasi sebagai buah reformasi masih sebatas prosedural dan belum secara utuh menyentuh persoalan substansial. Terutama dalam konteks kemampuan untuk menghargai perbedaan, persamaan di muka hukum, kesetaraan dan meminimalkan potensi-potensi konflik di tengah-tengah masyarakat. Juga termasuk melaksanakan agenda-agenda besar di antaranya pendidikan dan kesehatan murah, menekan angka pengangguran.
Untuk memikul beban tersebut Akbar menilai dibutuhkan pemerintahan, lembaga politik dan civil society yang kuat. Ia menilai partai politik harus mampu meningkatkan kualitas diri dan fungsinya dalam menampung, menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Jangan sampai ada kesan partai politik hanya menjalankan komunikasi politik saat ada kepentingan saja. (gebril daulai)
Sumber: Harian Padang Ekspres (Kamis, 29 Mei 2008)